Pentingnya Bahasa Indonesia dalam
Era Teknologi
bersifat defensif membangun
benteng-benteng pertahanan dan merasa diri sebagai objek daripada subjek di
dalam proses
Kita tengah memasuki abad XXI. Abad
ini juga merupakan milenium III perhitungan Masehi. Perubahan abad dan
perubahan milenium ini diramalkan akan membawa perubahan pula terhadap struktur
ekonomi, struktur kekuasaan, dan struktur kebudayaan dunia.
Fenomena paling menonjol yang tengah terjadi pada kurun waktu ini adalah terjadinya
proses globalisasi. Proses perubahan inilah yang disebut Alvin Toffler sebagai
gelombang ketiga, setelah berlangsung gelombang pertama (agrikultiur) dan
gelombang kedua (industri). Perubahan yang demikian menyebabkan terjadinya pula
pergeseran kekuasaan dari pusat kekuasaan yang bersumber pada tanah, kemudian
kepada kapital atau modal, selanjutnya (dalam gelombang ketiga) kepada penguasaan
terhadap informasi (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Proses globalisasi ini lebih banyak
ditakuti daripada dipahami untuk kemudian diantisipasi dengan arif dan cermat.
Oleh rasa takut dan cemas yang berlebihan itu, antisipasi yang dilakukan
cenderung perubahan.
A. Perkembangan Bahasa dan Sastra Indonesia
Di
dalam sejarahnya, bahasa Indonesia telah berkembang cukup menarik. Bahasa Indonesia
yang tadinya hanya merupakan bahasa Melayu dengan pendukung yang kecil telah
berkembang menjadi bahasa Indonesia yang besar. Bahasa ini telah menjadi bahasa
lebih dari 200 juta rakyat di Nusantara , Indonesia
Sebagian besar di antaranya juga telah menjadikan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Bahasa Indonesia yang tadinya
berkembang dari bahasa Melayu itu telah “menggusur” sejumlah bahasa lokal
(etnis) yang kecil. Bahasa Indonesia yang semulanya berasal dari bahasa Melayu
itu bahkan juga menggeser dan menggoyahkan bahasa etnis-etnis yang cukup besar,
seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa
dari masyarakat baru yang bernama masyarakat Indonesia. Di dalam persaingannya
untuk merebut pasar kerja, bahasa Indonesia telah mengalahkan bahasa-bahasa
daerah yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia juga telah tumbuh dan berkembang
menjadi bahasa yang modern pula.
Perkembangan
yang demikian akan terus berlanjut. Perkembangan tersebut akan banyak
ditentukan oleh tingkat kemajuan masyarakat dan peranan yang strategis dari
masyarakat dan kawasan ini di masa depan. Diramalkan bahwa masyarakat kawasan
ini, yaitu Indonesia, Malasyia, Thailand, Vietnam, Brunai Darussalam, dan
Filipina akan menjadi salah satu global-tribe yang penting di dunia. Jika itu
terjadi, bahasa Indonesia (lebih jauh bahasa Melayu) juga akan menjadi bahasa
yang lebih bersifat global. Proses globalisasi bahasa Melayu (baru) untuk
kawasan Nusantara, dan bahasa-bahasa Melayu untuk kawasan Asia Pasifik (mungkin
termasuk Australia) menjadi tak terelakkan. Peranan kawasan ini (termasuk
masyarakatnya, tentu saja) sebagai kekuatan ekonomi, industri dan ilmu
pengetahuan yang baru di dunia, akan menentukan pula bagaimana perkembangan
bahasa Indonesia (dan bahasa Melayu) modern. Bahasa dan sastra Indonesia sudah
semenjak lama memiliki tradisi kosmopolitan. Sastra modern Indonesia telah
menggeser dan menggusur sastra tradisi yang ada di berbagai etnis yang ada di
Nusantara.
Perubahan
yang terjadi itu tidak hanya menyangkut masalah struktur dan bahasa, tetapi
lebih jauh mengungkapkan permasalahan manusia baru (atau lebih tepat manusia
marginal dan tradisional) yang dialami manusia di dalam sebuah proses
perubahan. Lihatlah tokoh-tokoh dalam roman dan novel Indonesia. Lihatlah tokoh
Siti Nurbaya di dalam roman Siti Nurbaya, tokoh Zainudin di dalam roman
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, tokoh Hanafi di dalam roman Salah Asuhan,
tokoh Tini, dan Tono di dalam novel Belenggu, sampai kepada tokoh Lantip di
dalam roman Priyayi. Mereka adalah tokoh-tokoh yang berusaha masuk ke dunia
yang baru, dunia yang global, dengan tertatih-tatih.
Dengan
demikian, satra Indonesia (dan Melayu) modern pada hakikatnya adalah sastra
yang berada pada jalur yang mengglobal itu. Sebagaimana dengan perkembangan
bahasa Indonesia, sastra Indonesia tidak ada masalah dalam globalisasi karena
ia memang berada di dalamnya. Yang menjadi soal adalah bagaimana menjadikan
bahasa dan sastra itu memiliki posisi yang kuat di tengah-tengah masyarakatnya.
Atau lebih jauh, bagaimana langkah untuk menjadikan masyarakatnya memiliki
posisi kuat di tengah-tengah masyarakat dunia (lainnya).
Kalau
merujuk kepada pandangan-pandangan Alvin Toffler atau John Naisbitt, dua
peramal masa depan tanpa bola-bola kristal, bahasa Indonesia dan sastra
Indonesia akan menjadi bahasa (dan sastra) yang penting di dunia.
B. Kedudukan
Dan Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum pada ikrar
ketiga Sumpah Pemuda yang berbunyi Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan , bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa nasional ; kedudukannya berada diatas bahasa
– bahasa daerah. Selain itu , didalam undang – undang dasar 1945 tercantum pasal
khusus ( BAB XV , pasal 36 ) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang
menyatakan bahwa bahasa Negara ialah bahasa Indonesia. Pertama, bahasa
Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional sesuai dengan sumpah pemuda
1928; kedua, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa Negara sesuai dengan
undang – undang dasar 1945.
Derasnya
arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan
dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan
budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa
Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas,
baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi.
Didalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1)
Lambang kebanggaan kebangsaan, (2) lambang identitas nasional, (3) alat
perhubungan antar warga, antar daerah, dan antar budaya,dan (4) alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai – bagai suku bangsa dengan latar belakang
sosial budaya dan bahasanya masing – masing kedalam kesatuan kebangsaan
Indonesia.
Didalam
kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1)
bahasa resmi kenegaraan , (2) bahasa pengantar didalam dunia pendidikan, (3)
alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Dalam
komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak
teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan
menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat
dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud
tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau
mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan
bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat
luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk
kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang
berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk
kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus
mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
a. Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
b. Bahasa sebagai Alat Komunikasi
c.
Bahasa sebagai Alat Integrasi dan
Adaptasi Sosial
d. Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Eksistensi Bahasa Indonesia Pada era
globalisasi sekarang ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan
dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa
Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh budaya asing yang tidak sesuai
dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia. Pengaruh alat komunikasi yang begitu
canggih harus dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia,
termasuk jati diri bahasa Indonesia. Ini semua menyangkut tentang kedisiplinan
berbahasa nasional,pemakai bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai
bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa
Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisinya. Disiplin berbahasa
Indonesia akan membantu bangsa Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari
pengaruh negatif asing atas kepribadiannya sendiri.
Peningkatan fungsi bahasa Indonesia
sebagai sarana keilmuan perlu terus dilakukan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Seirama dengan ini, peningkatan mutu pengajaran
bahasa Indonesia di sekolah perlu terus dilakukan.
Namun, seiring dengan bertambahnya
usia, bahasa Indonesia justru dihadang banyak masalah. Pertanyaan bernada
pesimis justru bermunculan. Mampukah bahasa Indonesia menjadi bahasa budaya dan
bahasa Iptek yang berwibawa dan punya prestise tersendiri di tengah-tengah
dahsyatnya arus globalisasi? Mampukah bahasa Indonesia bersikap luwes dan
terbuka dalam mengikuti derap peradaban yang terus gencar menawarkan perubahan
dan dinamika? Masih setia dan banggakah para penuturnya dalam menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang efektif di tengah-tengah
perubahan dan dinamika itu?
Akan tetapi, beberapa kaidah yang
telah dikodifikasi dengan susah-payah tampaknya belum banyak mendapatkan
perhatian masyarakat luas, akibatnya bisa ditebak, pemakaian bahasa Indonesia
bermutu rendah: kalimatnya rancu dan kacau, kosakatanya payah, dan secara
semantik sulit dipahami maknanya. Anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar seolah-olah hanya bersifat sloganistis, tanpa tindakan
nyata dari penuturnya (Sawali Tuhusetya, 2007).
Melihat persoalan di atas, tidak ada
kata lain, kecuali menegaskan kembali pentingnya pemakaian bahasa Indonesia
dengan kaidah yang baik dan benar. Hal ini –disamping dapat dimulai dari diri
sendiri- juga perlu didukung oleh pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah.
Pembelajaran bahasa Indonesia tidak
lepas dari belajar membaca, menulis, menyimak, berbicara, dan kemampuan
bersastra. Aktivitas membaca merupakan awal dari setiap pembelajaran bahasa.
Dengan membaca, mahasiswa dilatih mengingat, memahami isi bacaan, meneliti
kata-kata istilah dan memaknainya. Selain itu, mahasiswa juga akan menemukan
informasi yang belum diketahuinya.
Dampak Negatif
Perkembangan IPTEK
1. Mempengaruhi pola berpikir
Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang konsumtif dan penasaran serta suka dengan hal baru. Terutama
sekali dengan adanya berbagai perubahan pada berbagai peralatan elektronik. Hal
ini sangat berdampak buruk terhadap pola berpikir masyarakat. Dewasa ini
perkembangan pada teknologi dan komunikasi berpengaruh pada anak di bawah umur.
Maraknya jejaring sosial yang ada membuat mereka terjerumus dalam pertemanan
yang buruk. Apalagi adanya kejadian kejahatan melalui media jejaring sosial.
Anak-anak biasanya belum bisa membedakan mana yang baik dan buruk bagi mereka.
Terlebih lagi setiap harinya masyarakat kita disajikan dengan berbagai siaran
yang kurang bermanfaat dari berbagi media elektronik.
2. Hilangnya budaya Tradisional
Dengan adanya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi membuat hilangnya budaya anak-anak bermain permainan
tradisional. Anak-anak sekarang cenderung lebih menyukai permainan berbasis
online daripada bermain di lapangan. Permainan online yang digemari sering
membuat anak lupa waktu dan tidak tertarik pada pelajaran sekolah. Orang tua
harus bisa mengontrol dan mengawasi anak supaya tidak mengubah pola pikiran
mereka kearah yang negatif.
3. Banyak menimbulkan berbagai kerusakan
Indonesia di kenal sebagai Negara yang kaya akan
sumber istilah dan kosakata namun akhir-akhir ini, bahasa Indonesia mengalami
transisi atau perubahan. Penggunaan bahasa gaul sangat diminati oleh
masyarakat. Dengan semakin berkembangannya ilmu pengetahuan dan teknologi di
Indonesia,maka informasi, juga komunikasi di indonesia pun sudah berkembang. Di
era globalisasi pada masa sekarang ini, kita harus bisa mengenal dan memahami
berbagai perkembangan IPTEK, namun masih banyak yang kurang memahami dengan
perkembangan bahasa Indonesia secara keseluruhan. Perkembangan IPTEK memberikan
arti yang sangat positif, tidak sedikit pula yang membawa dampak negatif. Kita
juga tidak mengetahui kapan bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa yang universal.
REFERENSI: